tag:blogger.com,1999:blog-70449441317904159062024-02-08T09:59:15.402-08:00Kabar Hutang NegaraAdminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.comBlogger99125tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-5405717936270378182018-10-25T05:50:00.000-07:002018-10-25T05:50:15.748-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang awam dipakai dalam penilaian ekonomi suatu negara. Ketika pertama merupakan perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian mesti dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jika penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Bila kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga menerapkan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Begitu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat seandainya terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, seandainya anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Piawai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Kalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara pantas investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Bila ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-69110533680022198412018-10-24T21:50:00.000-07:002018-10-24T21:50:05.569-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja semestinya diperbandingkan dalam rasio yang biasa diterapkan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Saat pertama yaitu perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian patut dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar kalau penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Bila kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Seperti dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat kalau terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pintar: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Sekiranya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Kalau ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dijalankan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dijalankan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-25521356274575509942018-10-24T21:34:00.000-07:002018-10-24T21:34:00.404-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja semestinya dibandingi dalam rasio yang biasa diterapkan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Dikala pertama merupakan seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar bila penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jika kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jikalau terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, jikalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Sekiranya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jika ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-64018583413408347332018-10-24T19:53:00.000-07:002018-10-24T19:53:04.623-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang awam dipakai dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Saat pertama yakni seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar kalau penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, ialah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Sekiranya kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, sekiranya anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diwujudkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jikalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jikalau ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Dikala kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-2490300242506807802018-10-23T19:20:00.000-07:002018-10-23T19:20:10.187-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja patut dibandingi dalam rasio yang umum diterapkan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Ketika pertama merupakan perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian sepatutnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar kalau penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Sekiranya kedua yakni alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Jago: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jikalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jikalau ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-46444408577811168322018-10-22T05:03:00.000-07:002018-10-22T05:03:09.653-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya diperbandingkan dalam rasio yang umum diterapkan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Ketika pertama yaitu seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian patut diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar seandainya penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yaitu Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jika kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga menerapkan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Seperti dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, apabila anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Terampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diwujudkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Bila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Bila ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Dikala kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-28041981954325646672018-10-21T07:35:00.000-07:002018-10-21T07:35:00.920-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja mesti diperbandingkan dalam rasio yang biasa diterapkan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Ketika pertama yaitu seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian mesti dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar seandainya penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Bila kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Begitu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat sekiranya terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, jikalau anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pintar: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Kalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Ketika keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jika ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-6532881693761689482018-10-20T07:54:00.000-07:002018-10-20T07:54:18.187-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang awam diaplikasikan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Saat pertama yaitu perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jikalau penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari poin yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Bila kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga menerapkan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Mahir: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Sekiranya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Sekiranya ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah ingin keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dijalankan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-13101967509168353582018-10-20T07:10:00.000-07:002018-10-20T07:10:05.952-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memandang dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya diperbandingkan dalam rasio yang awam diaplikasikan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama yaitu seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian mesti dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar bila penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, ialah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Apabila kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat seandainya terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, jika anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pandai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Apabila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara pantas investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jika ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-12718796682266320842018-10-20T04:56:00.000-07:002018-10-20T04:56:03.765-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya dibandingi dalam rasio yang awam diaplikasikan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama yakni seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian sepatutnya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar seandainya penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yaitu Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Kalau kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga menerapkan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat kalau terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, sekiranya anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Seandainya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jikalau ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Dikala kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah ingin keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-42113943305111620752018-10-18T13:16:00.000-07:002018-10-18T13:16:01.796-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya dibandingi dalam rasio yang biasa diaplikasikan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama merupakan seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jikalau penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Apabila kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat sekiranya terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, apabila anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Mahir: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Kalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara pantas investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jika ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-86205359695785385092018-10-18T00:10:00.000-07:002018-10-18T00:10:04.667-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memandang dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang umum dipakai dalam penilaian ekonomi suatu negara. Dikala pertama yakni seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diaplikasikan oleh perusahaan hal yang demikian sepatutnya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar sekiranya penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Kalau kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat kalau terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, sekiranya anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jikalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Bila ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dijalankan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dijalankan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-38348365741066399202018-10-16T10:45:00.000-07:002018-10-16T10:45:02.559-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja patut dibandingi dalam rasio yang biasa diterapkan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Ketika pertama yaitu perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian patut diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar sekiranya penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Sekiranya kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat seandainya terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, sekiranya anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Piawai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diwujudkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jika ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Apabila ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Dikala kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah ingin keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-47897979839041957902018-10-15T21:15:00.000-07:002018-10-15T21:15:08.664-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memandang dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya dibandingi dalam rasio yang umum dipakai dalam penilaian ekonomi suatu negara. Ketika pertama yaitu seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar sekiranya penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jika kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, seandainya anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diwujudkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Bila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Sekiranya ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah ingin keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-31694265879186134902018-10-15T13:34:00.000-07:002018-10-15T13:34:02.336-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang awam diaplikasikan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Ketika pertama merupakan seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian sepatutnya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jika penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, ialah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Sekiranya kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, seandainya anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Piawai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Apabila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara pantas investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Bila ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dijalankan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-76975755732095918112018-10-14T20:48:00.000-07:002018-10-14T20:48:08.645-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja wajib diperbandingkan dalam rasio yang umum diterapkan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama ialah seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian semestinya diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jika penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jika kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Seperti dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, jikalau anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Jago: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Apabila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Apabila ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Dikala kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-31653939216858184952018-10-13T19:02:00.000-07:002018-10-13T19:02:04.351-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya diperbandingkan dalam rasio yang biasa diaplikasikan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Saat pertama yaitu perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian patut diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar bila penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, adalah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Sekiranya kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga menerapkan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jikalau terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, jika anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Mahir: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Apabila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara pantas investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Kalau ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-26031208051187016102018-10-13T06:00:00.000-07:002018-10-13T06:00:04.718-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja wajib dibandingi dalam rasio yang biasa dipakai dalam penilaian ekonomi suatu negara. Saat pertama yakni seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian patut dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jikalau penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Kalau kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, apabila anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 airport baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jikalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jikalau ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-68721064190696659992018-10-12T12:20:00.000-07:002018-10-12T12:20:17.180-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memandang dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja wajib diperbandingkan dalam rasio yang awam dipakai dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Saat pertama yakni perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian wajib dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar bila penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, ialah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Kalau kedua yaitu alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Piawai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa diciptakan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jikalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Sekiranya ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian mewujudkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-20758276255620150332018-10-10T12:50:00.000-07:002018-10-10T12:50:02.587-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Perdebatan seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja sepatutnya diperbandingkan dalam rasio yang awam dipakai dalam penilaian ekonomi suatu negara. Ketika pertama ialah perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diterapkan oleh perusahaan hal yang demikian patut dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar bila penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yakni Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Bila kedua merupakan alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat bila terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber energi manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pintar: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi sah yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Seandainya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menghasilkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Saat keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Seandainya ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dijalankan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-36247206532134454312018-10-09T01:54:00.000-07:002018-10-09T01:54:08.715-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA perihal utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja semestinya diperbandingkan dalam rasio yang awam dipakai dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Ketika pertama yaitu seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian mesti diperbandingkan dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar sekiranya penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yaitu Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jika kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga memakai uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jikalau terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, seandainya anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Mahir: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga dipandang berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang mengaplikasikan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Bila ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Ketika keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Kalau ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-66757586210177922212018-10-08T12:11:00.000-07:002018-10-08T12:11:07.160-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Pro perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengucapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya diperbandingkan dalam rasio yang biasa diterapkan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama yakni perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diaplikasikan oleh perusahaan hal yang demikian sepatutnya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar seandainya penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Dikala ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari poin yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, ialah sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jikalau kedua ialah alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran kreditan utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja diaplikasikan untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pandai: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Ketika ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kesanggupan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dihasilkan investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jika ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta menciptakan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Ketika keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Kalau ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dilaksanakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah ingin keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam mengerjakan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal daya kerja dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dijalankan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, segala masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-78918518231468994892018-10-05T23:51:00.000-07:002018-10-05T23:51:15.201-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra perihal utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk memperhatikan dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja seharusnya dibandingi dalam rasio yang awam diterapkan dalam pengevaluasian ekonomi suatu negara. Dikala pertama yaitu perihal besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian wajib dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar jikalau penghasilan perusahaan yang dipakai untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Dalam Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 yaitu Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang diatur Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Seandainya kedua yakni alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Itu dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat sekiranya terdapat belanja yang dipakai untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pendidikan juga dengan belanja negara, sekiranya anggaran belanja diterapkan untuk hal yang produktif, akan berimbas pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kwalitas) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Pintar: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Kecuali; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan diukur oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengevaluasian kepada kecakapan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi legal yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa pantas utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Kalau ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam golongan risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Dikala keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Jika ini juga sudah cocok dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dikerjakan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dikerjakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai keadaan keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan perihal performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-34376768356211542372018-10-05T19:12:00.000-07:002018-10-05T19:12:12.249-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Saat itu, Zulkifli Hasan menyuarakan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja mesti diperbandingkan dalam rasio yang biasa diaplikasikan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Dikala pertama merupakan seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang diaplikasikan oleh perusahaan hal yang demikian semestinya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar kalau penghasilan perusahaan yang diaplikasikan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa diperbandingkan dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapat dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 merupakan Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Skor ini juga masih di bawah dari skor yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Kalau kedua yakni alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat jika terdapat belanja yang diaplikasikan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, kalau anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berpengaruh pada meningkatnya produktivitas sumber tenaga manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Trampil: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Dikala ketiga berhubungan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diamati berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Ketika ini ada institusi legal yang berkompeten mengukur risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengukuran yang menerapkan standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengukuran risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengukuran seberapa cocok utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Jika ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang dikasih oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam klasifikasi risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara cocok investasi. Ketika keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Seandainya ini juga sudah layak dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Ketika kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dievaluasi juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah berkeinginan keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menciptakan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam melakukan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan daya kerja APBN per semester terhadap DPR sebagai format akuntabilitasnya. <br /><br /> dilaksanakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7044944131790415906.post-11090786949002277242018-10-04T02:58:00.000-07:002018-10-04T02:58:01.436-07:00Mulai Tahun Depan Pemerintah Perbanyak Surat Utang RupiahBERITA seputar utang pemerintah kembali menghangat di media sosial. <br /><br />Kontra seputar utang diawali dari adanya pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2018. <br /><br />Dikala itu, Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa utang pemerintah telah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar. <br /><br />Untuk mengamati dan memahami utang pemerintah secara proporsional, tentu saja patut dibandingi dalam rasio yang biasa diterapkan dalam penilaian ekonomi suatu negara. Saat pertama yakni seputar besaran utang itu sendiri. <br /><br />Ibarat suatu perusahaan, besaran utang yang dipakai oleh perusahaan hal yang demikian seharusnya dibandingi dengan penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. <br /><br />Utang perusahaan hal yang demikian akan dianggap wajar sekiranya penghasilan perusahaan yang diterapkan untuk membayar utang hal yang demikian cukup memadai. <br /><br />Untuk negara, utang suatu negara bisa dibandingi dengan penghasilan negara hal yang demikian yang tecermin dalam Produk Negeri Bruto (PDB). <br /><br />PDB ini bisa dianggap sebagai penghasilan yang didapatkan dalam suatu perusahaan. Ketika ini jumlah utang pemerintah per akhir Juni 2018 ialah Rp 4.253 triliun atau 29,7 persen dari PDB. <br /><br />Poin ini juga masih di bawah dari poin yang ditentukan Undang-Undang Keuangan Negara, merupakan sebesar 60 persen dari PDB. Jumlah utang hal yang demikian juga tak jatuh tempo sekalian dalam satu tahun. <br /><br />Jikalau kedua yakni alasan mengapa pemerintah berutang. <br /><br />Utang muncul sebab konsekuensi dari jumlah belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara. <br /><br />Pemerintah menganggap bahwa Indonesia memerlukan suatu lompatan supaya meningkatkan kapasitasnya sehingga mengaplikasikan uang belanjanya secara besar untuk infrastruktur, pengajaran, kesehatan dan jaminan sosial. <br /><br />Semacam dianalogikan dalam perusahaan, kapasitas perusahaan hal yang demikian bisa meningkat kalau terdapat belanja yang diterapkan untuk meningkatkan produksinya. <br /><br />Belanja yang produktif dalam suatu perusahaan bisa berupa pembelian tanah untuk memperluas pabrik, pembelian mesin, pengajaran dan pelatihan bagi pegawai. <br /><br />Dengan pembelian yang produktif hal yang demikian, pendapatan perusahaan bisa meningkat lebih besar. <br /><br />Tambahan penghasilan akan bisa meringankan pembayaran angsuran utang di masa datang. <br /><br />Pengajaran juga dengan belanja negara, seandainya anggaran belanja dipakai untuk hal yang produktif, akan berakibat pada meningkatnya produktivitas sumber kekuatan manusia negara secara keseluruhan. <br /><br />Pada tahun 2015-2017, pemerintah sudah membelanjakan anggarannya untuk hal yang produktif. - <br /><br />Infrastruktur: 6 bandar udara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km rel kereta api, 341.500 unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan mutu) - Kesehatan: 92,1 juta penerima bantuan iuran Kartu Indonesia Sehat dan 83 persen persen ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas, meningkat dari 77 persen di tahun 2015 - Jago: 61 juta siswa penerima Kartu Indonesia Selain; 962.500 penerima beasiswa Bidikmisi; 90.900 ruang kelas dibangun dan direhabilitasi; serta 152,4 juta siswa penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang dikeluarkan untuk BOS meningkat dari Rp 3,96 triliun pada 2012 menjadi Rp 8 triliun pada 2017. <br /><br />Saat ketiga berkaitan pendapat bahwa jumlah utang yang besar seolah-olah bisa mengancam kebangkrutan keuangan pemerintah. <br /><br />Kembali dengan analogi dalam perusahaan, kecakapan ekonomi perusahaan akan dievaluasi oleh institusi keuangan/bank daerah pengajuan utang. <br /><br />Sebelum memberikan persetujuan, akan ada pengukuran kepada kesanggupan perusahaan dalam membayar kembali utang hal yang demikian. <br /><br />Kecuali aset yang dijaminkan, juga diperhatikan berapa besar penghasilan yang diperolehnya. <br /><br />Dikala ini ada institusi legal yang berkompeten mengevaluasi risiko utang suatu negara. <br /><br />Dengan pengevaluasian yang memakai standar tertentu, institusi pemeringkat akan memberikan pengevaluasian risiko bagi suatu negara. Kecuali itu, institusi pemeringkat hal yang demikian juga memberikan pengevaluasian seberapa sesuai utang yang dikeluarkan suatu negara bisa dibuat investasi. Dengan pengelolaan fiskal yang dianggap kredibel dan berhati-hati, pemerintah menerima kepercayaan besar kepada pengelolaan fiskalnya. <br /><br />Seandainya ini tecermin dari peringkat \"Investment Grade\" yang diberi oleh lima institusi pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR, dan R&I). Peringkat Investment Grade artinya Indonesia masuk dalam kelompok risiko rendah untuk gagal bayar dan berarti juga bahwa utang hal yang demikian tak berisiko berbahaya negara serta mewujudkan Indonesia sebagai negara sesuai investasi. Ketika keempat, pemerintah senantiasa berhati-hati dan menjaga kredibilitasnya dalam mengelola APBN. Selisih antara anggaran belanja dan pendapatan yang diterima atau defisit APBN senantiasa dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Apabila ini juga sudah pantas dengan amanat UU Keuangan Negara. <br /><br />Defisit APBN secara berjenjang mulai menurun dari 2,59 persen per PDB tahun 2015 menjadi 2,49 persen pada 2016, dan 2,51 persen tahun lalu. Pada tahun 2018 diperkirakan akan defisit 2,12 persen, serta tahun 2019 rencananya akan diwariskan lagi menjadi 1,84 persen. <br /><br />Saat kelima, kehati-hatian pemerintah bisa dinilai juga dalam indikator keseimbangan primer. Artinya, penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. <br /><br /> nilainya minus atau defisit, pemerintah masih membayar bunga utang dari utang yang dijalankan pada tahun hal yang demikian. Selama tiga tahun terakhir, defisit keseimbangan primer kian menurun dan kecenderungannya menuju ke arah surplus. Pada 2015, defisit sebesar Rp 142,5 triliun dan pada 2017 menjadi sebesar defisit Rp 129,3 triliun. Pada 2018, angkanya ditargetkan menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018). Ke depan, pemerintah mau keseimbangan primer ini akan menjadi surplus. <br /><br />Kelima indikator utama hal yang demikian menghasilkan pemerintah konsisten kredibel dan akuntabel dalam menjalankan kebijakan fiskal. Transparansi kebijakan fiskal senantiasa dilaksanakan dengan maksimal, sehingga masyarakat tahu mengenai situasi keuangan negara. <br /><br /> bulan Kementerian Keuangan menyelenggarakan konferensi pers yang melaporkan seputar performa dan fakta mengenai APBN. <br /><br />Pemerintah juga memberikan laporan performa APBN per semester terhadap DPR sebagai wujud akuntabilitasnya. <br /><br /> dikerjakan supaya masyarakat lebih mengenali dan memahami mengenai anggaran belanja dan pendapatan negara. <br /><br />Tentu saja sesudah memahami, semua masyarakat juga bisa mengawasinya dan memberikan umpan balik yang positif bagi pemerintah. <br /><br />Bersama-sama kita dapat membangun Indonesia menjadi lebih bagus.Adminhttp://www.blogger.com/profile/16678197658060622231noreply@blogger.com0